Skip to main content

Diplomasi Indonesia di Kopenhagen

07 Des 2009 13:25 WIB
COP15-Copenhagen: DELRI memperjuangkan BALI ACTION PLAN

Siaran Pers
Delegasi Republik Indonesia
Delegasi RI ke Kopenhagen Memperjuangkan Bali Action Plan

Jakarta, 6 Desember 2009. Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim akan berlangsung di Kopenhagen Denmark dari tanggal 7 Desember hingga 18 Desember 2009. Pada Konferensi Para Pihak ke 15 ini Indonesia akan mengirimkan 60 anggota Delegasi RI (Delri) dipimpin oleh Rachmat Witoelar sebagai Ketua Delegasi (Negosiasi) yang juga bertindak sebagai Ketua Juru Bicara Delri.

Pada high-level segment tanggal 17-18 Desember Delri akan dipimpin langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketua Pengganti (alternate) Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa; Menteri Lingkungan Hidup, Gusti Muhammad Hatta serta Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Rachmat Witoelar.

Anggota Delri mewakili para pemangku kepentingan perubahan iklim di Indonesia, termasuk Kementerian dan Lembaga Negara terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Masa, Sektor Swasta dan Media Masa. Indonesia bersama negara-negara berkembang lainnya akan berjuang untuk mendapatkan keadilan dalam mengantisipasi perubahan iklim dengan mengedepankan prinsip common but differentiated responsibilities. Indonesia berkepentingan untuk mewujudkan Bali Action Plan, yang merupakan hasil Konferensi Perubahan Iklim di Bali tahun 2007, untuk disepakati di Kopenhagen dalam dua minggu mendatang.

Pada negosiasi terakhir berbagai negara melalui Barcelona Climate Change Talks bulan November 2009, dicapai kemajuan untuk adaptasi, kerjasama teknologi, pengurangan emisi dari deforestasi di negara berkembang serta mekanisme untuk distribusi dana bagi negara berkembang. Namun di Barcelona tidak ada kemajuan berarti untuk dua isu kunci, yaitu target pengurangan emisi jangka menengah bagi negara-negara maju, serta pendanaan yang memungkinkan negara-negara berkembang membatasi pertumbuhan emisi dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang tidak terelakkan.

Di Kopenhagen Indonesia akan tetap menegaskan mandat BAP, yang menempatkan shared vision sebagai arah Aksi Kerjasama Jangka Panjang yang mewakili keterpaduan dalam upaya stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dengan memperhatikan semua pilar BAP yaitu: mitigasi (termasuk target jangka panjang penurunan emisi dunia secara global), adaptasi, pendanaan dan alih teknologi. Negara maju harus tetap memimpin upaya mitigasi sedangkan negara berkembang akan berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca melalui upaya pembangunan ekonomi rendah karbon di masing-masing negara.

Indonesia juga akan menegaskan bahwa kesepakatan mengenai Periode Komitmen Kedua Protokol Kyoto akan menjadi faktor penentu di Kopenhagen karena harus berjalan secara sinergi dengan proses di Aksi Kerjasama Jangka Panjang. Adanya upaya negara maju menghapus Protokol Kyoto merupakan pengingkaran atas semangat dan kewajiban Konvensi dan Protokol Perubahan Iklim. Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Gusti Muhammad Hatta, “Bagi Indonesia, ada beberapa hal prioritas yang akan diperjuangkan, yaitu kesepakatan target penurunan emisi sebagai kelanjutan Protokol Kyoto sesuai Bali Action Plan, yaitu 40% rata-rata penurunan emisi oleh Negara maju. Kemudian, disepakatinya mekanisme REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) agar segera memasuki tahapan implementasi, serta yang tidak kalah pentingnya adalah memasukkan isu kelautan menjadi isu sentral dalam perubahan iklim sebagaimana yang tertuang dalam Manado Ocean Declaration”.

Ketua Harian DNPI, Rachmat Witoelar mengatakan, “Salah satu strategi Indonesia adalah dengan bertindak Proaktif dengan menurunkan emisi sebesar 26% pada tahun 2020 dari business as usual. Hal ini diharapkan akan memicu negara maju untuk berkomitmen dan mendorong negara berkembang lain untuk secara sukarela menurunkan emisi. Dengan dilengkapi strategi nasional untuk menurukan emisi tersebut, Indonesia akan mempunyai amunisi yang cukup untuk mendorong tercapainya konsensus internasional di Kopenhagen nanti”.

Indonesia memegang peranan yang penting dalam negosiasi perubahan iklim internasional, tidak saja sebagai negara tempat disepakatinya Bali Action Plan namun diplomasi Indonesia diharapkan dapat menjembatani berbagai kepentingan terutama antara negara maju dan berkembang.

Comments

Popular posts from this blog

Data Argo Float

Berikut adalah artikel yang saya dapatkan dari http://www.mosaiklautkita.com/ARGO.html yang merupakan tulisan dari Dr.Lamona Barnawis. Cukup bagus untuk tahapan-tahapan dalam mengenal dan mengolah data oseanografi. selamat membaca ============================================== Argo Untuk Menginformasikan Keadaan Lautan dan Iklim Lamona Irmudyawati Bernawis Pelajar S3, Laboratory of Physics and Environmental Modelling Tokyo University of Marine Science and Technology Sejarah singkat Bermula sebagai bagian dari World Ocean Circulation Experiment (WOCE) 1990-1997, Russ Davis dari Scripps University of Oceanography dan Doug Webb dari Webb Research Corporation membangun Autonomous Lagrangian Circulation Explorer (ALACE) untuk mengambil data arus laut di kedalaman 1000m pada seluruh lautan. ALACE ini dipasang pada pengapung (float), yang diatur akan naik ke permukaan laut dalam selang yang teratur agar posisinya dapat diperbaiki melalui satelit. Kemudian disadari bahwa dalam proses naik ke p

Ocean Day

As a result of a United Nations General Assembly resolution passed in December 2008, World Oceans Day is now officially recognized by the UN as June 8th each year. The concept for a “World Ocean Day” was first proposed in 1992 by the Government of Canada at the Earth Summit in Rio de Janeiro, and it had been unofficially celebrated every year since then. Since 2002, The Ocean Project and the World Ocean Network have helped to promote and coordinate World Oceans Day events worldwide. We help coordinate events and activities with aquariums, zoos, museums, conservation organizations, universities, schools, and businesses. Each year an increasing number of countries and organizations have been marking June 8th as an opportunity to celebrate our world ocean and our personal connection to the sea. Together, we also developed and widely circulated a petition to the United Nations urging them to officially recognize World Oceans Day. With help from our Partner organizations, tens of thousands

Indonesian drought, Kenyan flooding

by Chun Knee Tan on July 5, 2008 Keywords: climate systems, drought, El nino, flood, Indian Ocean Dipole, Indonesia, Kenya When a drought occurs in Indonesia, there could be flooding later in Kenya. But what are the linkages between these two disasters? The answer is a phenomenon discovered 10 years ago called Indian Ocean Dipole (IOD). During normal conditions in the Indian Ocean, the sea surface temperature is warmer in the east and cooler in the west. When an Indian Ocean Dipole event occurs, the situation is reversed. Cooling of the eastern part of the Indian Ocean results in less convection and less rain. Consequently, we see a longer drought in western Indonesia during the summer and fall. Meanwhile, on the opposite side of the Indian Ocean, the abnormal warming results in enhanced cloud formation, more rain and serious flooding in eastern Africa. Current research has revealed that this IOD effect not only alters weather patterns in the surrounding region, but als