Skip to main content

Tekanan Politik Mengalahkan Lingkungan

Copenhagen Accord memang sudah digulirkan dan disepakati oleh UN untuk dipakai sebagai pedoman bagi negara-negara anggotanya untuk paling tidak menurunkan suhu bumi sekitar 2 derajat celcius. Entah sebuah langkah yang ambisius atau sesuatu yang memang layak dan realistis untuk dilakukan. Namun ada hal yang menarik kondisi dibalik layar sebelum kesepakatan tersebut diteken. Adalah Ian Fry, seorang diplomat Australia sebagai negosiator yang mewakili Australia dalam pertemuan tersebut, bercerita dalam sebuah public forum yang dihadiri ratusan audience di kampus ANU Canberra.

Ian mengatakan bahwa draft accord tersebut ternyata sudah dipersiapkan oleh pemerintah Denmark dan diperlihatkan pada delegasi negara2 maju untuk 'disepakati saja', padahal perundingan belum selesai saat itu. Isu ini sebenarnya telah tercium oleh media yang banyak menyoroti bahwa ada 'kesepakatan bawah tangan' diatas 'kesepakatan prosedural' , dan ternyata isu itu benar adanya. Bahkan sempat terjadi konflik terutama dengan negara2 berkembang dan akan tenggelam oleh kenaikan muka laut, seperti Tuvalu yang ada di Samudera PAsifik dan Maldives yang ada di Samudera Hindia.

Singkat cerita, draft accord pemerintah Denmark yang di back up Uni Eropa tersebut berhasil lolos ke pertemuan tingkat Presiden/Perdana Menteri dan adalah Mr.Obama yg mendahului berbicara keoada media mengenai hasil dari pertemuan Kpenhagen lalu, padahal proses prosedural dan dialog belum final saat itu. Inilah suatu tekanan politik yang sangat kental terlihat selama KTT Iklim tersebut berlangsung. Sampai pada akhirnya 'jalan tengah' yang disetujui adah Kopenhagen Accord yang dibawa oleh masing2 delegasi dengan ekspektasi yang berbeda-beda terhadap hasil tersebut. Sebuah bukti yang menunjukkan bahwa iklim politik lebih berkuasa daripada iklim lingkungan yang selalu menjadi korbannya.

Comments

Popular posts from this blog

Data Argo Float

Berikut adalah artikel yang saya dapatkan dari http://www.mosaiklautkita.com/ARGO.html yang merupakan tulisan dari Dr.Lamona Barnawis. Cukup bagus untuk tahapan-tahapan dalam mengenal dan mengolah data oseanografi. selamat membaca ============================================== Argo Untuk Menginformasikan Keadaan Lautan dan Iklim Lamona Irmudyawati Bernawis Pelajar S3, Laboratory of Physics and Environmental Modelling Tokyo University of Marine Science and Technology Sejarah singkat Bermula sebagai bagian dari World Ocean Circulation Experiment (WOCE) 1990-1997, Russ Davis dari Scripps University of Oceanography dan Doug Webb dari Webb Research Corporation membangun Autonomous Lagrangian Circulation Explorer (ALACE) untuk mengambil data arus laut di kedalaman 1000m pada seluruh lautan. ALACE ini dipasang pada pengapung (float), yang diatur akan naik ke permukaan laut dalam selang yang teratur agar posisinya dapat diperbaiki melalui satelit. Kemudian disadari bahwa dalam proses naik ke p

Ocean Day

As a result of a United Nations General Assembly resolution passed in December 2008, World Oceans Day is now officially recognized by the UN as June 8th each year. The concept for a “World Ocean Day” was first proposed in 1992 by the Government of Canada at the Earth Summit in Rio de Janeiro, and it had been unofficially celebrated every year since then. Since 2002, The Ocean Project and the World Ocean Network have helped to promote and coordinate World Oceans Day events worldwide. We help coordinate events and activities with aquariums, zoos, museums, conservation organizations, universities, schools, and businesses. Each year an increasing number of countries and organizations have been marking June 8th as an opportunity to celebrate our world ocean and our personal connection to the sea. Together, we also developed and widely circulated a petition to the United Nations urging them to officially recognize World Oceans Day. With help from our Partner organizations, tens of thousands

Indonesian drought, Kenyan flooding

by Chun Knee Tan on July 5, 2008 Keywords: climate systems, drought, El nino, flood, Indian Ocean Dipole, Indonesia, Kenya When a drought occurs in Indonesia, there could be flooding later in Kenya. But what are the linkages between these two disasters? The answer is a phenomenon discovered 10 years ago called Indian Ocean Dipole (IOD). During normal conditions in the Indian Ocean, the sea surface temperature is warmer in the east and cooler in the west. When an Indian Ocean Dipole event occurs, the situation is reversed. Cooling of the eastern part of the Indian Ocean results in less convection and less rain. Consequently, we see a longer drought in western Indonesia during the summer and fall. Meanwhile, on the opposite side of the Indian Ocean, the abnormal warming results in enhanced cloud formation, more rain and serious flooding in eastern Africa. Current research has revealed that this IOD effect not only alters weather patterns in the surrounding region, but als