Sebuah pengalaman yang tidak disengaja saat saya jalan-jalan di suatu pagi ke dermaga Gleneg. Sebuah pantai di Adelaide yang ramai dengan pengunjung pada penghujung tahun 2008 dan awal 2009 ini. Daerah itu tidak hanya ramai untuk berwisata atau festival kembang api menyambut new yers eve kemarin, tapi juga biasa didatangi oleh para pemancing-pemancing amatir. Kenapa sy sebut amatir karena kalo dilihat dari peralatan yang dibawa tidak secanggih yang biasa saya lihat di tv-tv Australi atau Indonesia. selain itu dengan adanya dermaga di sini tentu akan memudahkan pemancing amatiran tersebut untuk menjangkau daerah tengah pantai ini.
Hal yang menarik adalah saat menyusuri dermaga tersebut, ternyata terpampang dengan jelas sekali semacam katalog jenis ikan yang biasa ditangkap didaerah situ berikut ukurannya yang diperbolehkan ditangkap, lengkap dengan penggarisnya loh.... ikan-ikan lokal memang mendominasi katalog tersebut, tapi ada juga jenis crustacea semisal kepiting.
Setelah mencapai ujung dermaga, terlihat pemancing-pemancing itu memasang umpan dan melempar pancingannya, memang tidak seramai di kolam-kolam "berbayar" di Indonesia yang itung-itungannya setelah dapat berapa kilo kemudian dikurangi dengan biaya daftar mancingya itu. Namun cukup mengejutkan juga saat melihat mereka mendapatkan ikan kemudian memasukannya ke ember lalu mendatangi katalog ikan itu dan mengukurnya sendiri. Kalau dirasa tidak memenuhi kriteria, mereka pun tidak segan untuk membuangnya kembali ke laut. Padahal disitu tidak ada satupun petugas dinas perikanan setempat yang mengawasi, apalagi Polairud. Atas dasar kesadaran ini lah mungkin yang membedakan antara sisi perikanan Indonesia yang sebetulnya kaya tapi terkandang dan sering di rusak oleh kita sendiri.
Hal yang menarik adalah saat menyusuri dermaga tersebut, ternyata terpampang dengan jelas sekali semacam katalog jenis ikan yang biasa ditangkap didaerah situ berikut ukurannya yang diperbolehkan ditangkap, lengkap dengan penggarisnya loh.... ikan-ikan lokal memang mendominasi katalog tersebut, tapi ada juga jenis crustacea semisal kepiting.
Setelah mencapai ujung dermaga, terlihat pemancing-pemancing itu memasang umpan dan melempar pancingannya, memang tidak seramai di kolam-kolam "berbayar" di Indonesia yang itung-itungannya setelah dapat berapa kilo kemudian dikurangi dengan biaya daftar mancingya itu. Namun cukup mengejutkan juga saat melihat mereka mendapatkan ikan kemudian memasukannya ke ember lalu mendatangi katalog ikan itu dan mengukurnya sendiri. Kalau dirasa tidak memenuhi kriteria, mereka pun tidak segan untuk membuangnya kembali ke laut. Padahal disitu tidak ada satupun petugas dinas perikanan setempat yang mengawasi, apalagi Polairud. Atas dasar kesadaran ini lah mungkin yang membedakan antara sisi perikanan Indonesia yang sebetulnya kaya tapi terkandang dan sering di rusak oleh kita sendiri.
Comments