Skip to main content

Model Oseanografi



Salah satu pekerjaan oseanografer adalah menjadi modeler, tapi bukan untuk merancang pakaian musim panas dingin, atau berjalan-jalan ganjen dan culun di atas titian kucing (cat walk) , tetapi mencoba mentransfer fenomena oseanografi ke dalam persamaan-persamaan diskrit/numerik. Banyak hal bisa dimodelkan, dari yang paling sederhana hingga yang rumit amit-amit. Model seperti ini biasa disebut sebagai model numerik.

Salah satu kegunaan dari model numerik dalam bidang oseanografi adalah untuk mempelajari perilaku laut secara lebih mudah dan murah tetapi detail. Mudah dan murah karena kita tidak perlu pergi ke laut, tahu sendiri kan, survey oseanografi itu cukup mahal dan sulit. Detail, karena kita bisa menjadikan lokasi penelitian kita di laut menjadi sel-sel hingga skala yang cukup rapat.

Dalam perkembangan ilmu oseanografi, model numerik ini cukup banyak membantu para oseanografer dalam menjelaskan fenomena-fenomena yang teramati di alam dengan lebih mendalam. Beberapa yang cukup populer adalah model Stommel yang berhasil menjelaskan fenomena intensifikasi arus di batas barat (western boundary currents) dan model Sverdrup mengenai sirkulasi laut (silahkan lihat di sini untuk penjelasan agak detail).

Saat ini, sepertinya hampir semua pekerjaan oseanografer banyak terbantu dengan model numerik, apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi komputasi. Di dunia maya saat ini pun banyak bertebaran model-model numerik oseanografi yang gratis, mulai dari yang hanya 1-D, 2-D, hingga yang 3-D dengan berbagai macam metode yang berbeda-beda dan keunggulan masing-masing. Beberapa diantaranya adalah Princeton Ocean Model (POM), Hamburg Shelf Ocean Model (HAMSOM), Modular Ocean Model (MOM), Bergen Ocean Model (BOM), dll. untuk model sirkulasi laut. WaveWatch III untuk model gelombang laut, Oregon State University Tidal Inversion Software (OTIS) untuk model pasang surut dengan asimilasi data dengan metode inversi, dan masih banyak lagi yang lain. Semua model yang saya sebutkan di atas bisa diunduh dengan gratis.

Dalam menjalankan model numerik kita perlu berhati-hati, jangan sampai terjadi "garbage in, garbage out". Bisa dipastikan, jika kita sudah melaksanakan langkah-langkah untuk menjalankan sebuah model sesuai dengan prosedur yang ada dalam user guide, model akan memberikan hasil. Tetapi hasil model itu belum tentu benar, apalagi jika kita salah dalam memberikan input atau mengatur syarat batas. Maka dari itu, diperlukan kehati-hatian dalam menjalankannya, dan tentu saja diperlukan juga pemahaman yang baik tentang model numerik dan hal-hal yang berkaitan dengan oseanografi.

created by : http://oseanografi.blogspot.com/ at 2:46 AM

Comments

Popular posts from this blog

Data Argo Float

Berikut adalah artikel yang saya dapatkan dari http://www.mosaiklautkita.com/ARGO.html yang merupakan tulisan dari Dr.Lamona Barnawis. Cukup bagus untuk tahapan-tahapan dalam mengenal dan mengolah data oseanografi. selamat membaca ============================================== Argo Untuk Menginformasikan Keadaan Lautan dan Iklim Lamona Irmudyawati Bernawis Pelajar S3, Laboratory of Physics and Environmental Modelling Tokyo University of Marine Science and Technology Sejarah singkat Bermula sebagai bagian dari World Ocean Circulation Experiment (WOCE) 1990-1997, Russ Davis dari Scripps University of Oceanography dan Doug Webb dari Webb Research Corporation membangun Autonomous Lagrangian Circulation Explorer (ALACE) untuk mengambil data arus laut di kedalaman 1000m pada seluruh lautan. ALACE ini dipasang pada pengapung (float), yang diatur akan naik ke permukaan laut dalam selang yang teratur agar posisinya dapat diperbaiki melalui satelit. Kemudian disadari bahwa dalam proses naik ke p

Ocean Day

As a result of a United Nations General Assembly resolution passed in December 2008, World Oceans Day is now officially recognized by the UN as June 8th each year. The concept for a “World Ocean Day” was first proposed in 1992 by the Government of Canada at the Earth Summit in Rio de Janeiro, and it had been unofficially celebrated every year since then. Since 2002, The Ocean Project and the World Ocean Network have helped to promote and coordinate World Oceans Day events worldwide. We help coordinate events and activities with aquariums, zoos, museums, conservation organizations, universities, schools, and businesses. Each year an increasing number of countries and organizations have been marking June 8th as an opportunity to celebrate our world ocean and our personal connection to the sea. Together, we also developed and widely circulated a petition to the United Nations urging them to officially recognize World Oceans Day. With help from our Partner organizations, tens of thousands

Indonesian drought, Kenyan flooding

by Chun Knee Tan on July 5, 2008 Keywords: climate systems, drought, El nino, flood, Indian Ocean Dipole, Indonesia, Kenya When a drought occurs in Indonesia, there could be flooding later in Kenya. But what are the linkages between these two disasters? The answer is a phenomenon discovered 10 years ago called Indian Ocean Dipole (IOD). During normal conditions in the Indian Ocean, the sea surface temperature is warmer in the east and cooler in the west. When an Indian Ocean Dipole event occurs, the situation is reversed. Cooling of the eastern part of the Indian Ocean results in less convection and less rain. Consequently, we see a longer drought in western Indonesia during the summer and fall. Meanwhile, on the opposite side of the Indian Ocean, the abnormal warming results in enhanced cloud formation, more rain and serious flooding in eastern Africa. Current research has revealed that this IOD effect not only alters weather patterns in the surrounding region, but als