Estafet pergantian kepemimpinan nasional di Indonesia harus dirayakan dengan bergembira. Event rutin 5 tahunan ini memang menjadi penantian yang menarik bagi sebagian besar warga Indonesia. Karena memang sebagian dari mereka itu pula yang mempunyai hak untuk memilih para pemimpinnya. Layaknya sebuah perhelatan piala dunia setiap empat tahunan sekali, para penggemar sepakbola dunia terus menantikan sajian even akbar tersebut. Mereka seolah tak perduli tim negaranya ikutan terlibat atau tidak, mereka hanya ingin bergembira. Salah satu warga dunia yang masuk kategori itu adalah warga Indonesia. Selalu antusias terhadap helatan Piala Dunia di manapun diseleggarakannya. Lihat saja semarak iklan-iklan, merchandise, nonton bareng hingga penjual kaos jiplakan tim-tim piala dunia yang dijual di emperan jalan. Padahal tim garuda belum pernah tuh masuk piala dunia sama sekali. Kenapa bisa begitu? Karena mereka ingin ikut bergembira bersama warga dunia sepakbola lainnya. Kegembiraan yang sama
Menjadi seorang wisudawan adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagi mahasiswa yang menyelesaikan studinya. Bagi sebagian orang, wisuda adalah sebuah keharusan, tapi bagi sebagian kecil lainnya tak pelak hanya seremoni belaka. Istilah wisuda ini pun belakangan telah mengalami perluasan makna dan pemakaian. Biasanya wisuda hanya dilaksanakan minimal untuk tingkat sarjana dan tingkat di atasnya, pasca sarjana. Saat ini istilah wisuda juga dipakai untuk tanda kelulusan hingga anak taman kanak-kanak (TK). Apakah pemakaian ini untuk keren-kerenan semata? Ataukah ada esensi lainnya? Apakah salah menggunakanya? Saya berpendapat sah-sah saja kalau menggunakan istilah Wisuda ini untuk berbagai tingkatan. Toh semuanya berada pada satu poin yang sama yaitu LULUS. Dan hari berbahagia serta berbagi bersama keluarga tercinta. Toh di pesantren-pesantren pun ada istilah lainnya seperti 'haflah akhirussaah' ya….sama-sama saja sih perayaan akhir tahun ajaran, dan esensinya tetap sama ju